Welcome to my blog, hope you enjoy reading :)
RSS

Jumat, 10 Juni 2011

Kumpulan Cerita Motivasi

*** PERTUNJUKAN TERAKHIR
cerita motivasiSeorang pemain sirkus memasuki hutan untuk mencari anak ular yang akan dilatih bermain sirkus. Beberapa hari kemudian, ia menemukan beberapa anak ular dan mulai melatihnya. Mula-mula anak ular itu dibelitkan pada kakinya.
Setelah ular itu menjadi besar dilatih untuk melakukan permainan yang lebih berbahaya, di antaranya membelit tubuh pelatihnya. Sesudah berhasil melatih ular itu dengan baik, pemain sirkus itu mulai mengadakan pertunjukkan untuk umum. Hari demi hari jumlah penontonnya semakin banyak. Uang yang diterimanya semakin besar. Suatu hari, permainan segera dimulai. Atraksi demi atraksi silih berganti. Semua penonton tidak putus-putusnya bertepuk tangan menyambut setiap pertunjukkan. Akhirnya, tibalah acara yang mendebarkan, yaitu permainan ular. Pemain sirkus memerintahkan ular itu untuk membelit tubuhnya. Seperti biasa, ular itu melakukan apa yang diperintahkan. Ia mulai melilitkan tubuhnya sedikit demi sedikit pada tubuh tuannya. Makin lama makin keras lilitannya. Pemain sirkus kesakitan. Oleh karena itu ia lalu memerintahkan agar ular itu melepaskan lilitannya, tetapi ia tidak taat. Sebaliknya ia semakin liar dan lilitannya semakin kuat. Para penonton menjadi panik, ketika jeritan yang sangat memilukan terdengar dari pemain sirkus itu, dan akhirnya ia terkulai mati.
Renungan : “Kadang-kadang dosa terlihat tidak membahayakan. Kita merasa tidak terganggu dan dapat mengendalikannya. Bahkan kita merasa bahwa kita sudah terlatih untuk mengatasinya. Tetapi pada kenyataanya, apabila dosa itu telah mulai melilit hidup kita, sukar dapat melepaskan diri lagi daripadanya.”


***PEMENANG DALAM DIRI
 
Sore hari di tengah telaga, ada dua orang yang sedang memancing. Mereka adalah ayah dan anak yang sedang menghabiskan waktu mereka disana. Dengan perahu kecil, mereka sibuk mengatur pancing dan umpan.  Air telaga bergoyang perlahan dan membentuk riak-riak kecil di air. Gelombangnya mengalun menuju tepian, menyentuh sayap-sayap angsa yang sedang berjalan beriringan. Suasana begitu tenang, hingga terdengar sebuah percakapan. “Ayah.”
“Hmm..ya..” Sang ayah menjawab pelan. Matanya tetap tertuju pada ujung kailnya yang terjulur.  “Tadi malam ini,aku bermimpi aneh.  Dalam mimpiku, ada dua ekor singa yang sedang berkelahi. Gigi-gigi mereka, terlihat runcing dan tajam. Keduanya sibuk  mencakar dan menggeram, saling ingin menerkam. Mereka tampak ingin saling menjatuhkan.” ucap sang anak.

Anak muda ini terdiam sesaat. Lalu, mulai melanjutkan cerita, “singa yang pertama, terlihat baik dan tenang. Geraknya perlahan namun pasti. Badannya pun kokoh dan bulunya teratur. Walaupun suaranya keras, tapi terdengar menenangkan buatku.”
Ayah mulai menolehkan kepala, dan meletakkan pancingnya di pinggir haluan.”Tapi, singa yang satu lagi tampak menakutkan buatku. Geraknya tak beraturan, sibuk menerjang kesana-kemari. Punggungnya pun kotor, dan bulu yang koyak. Suaranya parau dan menyakitkan.”
“Aku bingung, maksud dari mimpi ini apa?. Lalu, singa yang mana yang akan memenangkan pertarungan itu, karena sepertinya mereka sama-sama kuat?”
Melihat anaknya yang baru beranjak dewasa itu bingung, sang Ayah mulai angkat bicara. Dipegangnya punggung pemuda di depannya. Sambil tersenyum, ayah berkata, “pemenangnya adalah, yang paling sering kamu beri makan.”
Ayah kembali tersenyum, dan mengambil pancingnya. Lalu, dengan satu hentakan kuat, di lontarkannya ujung kail itu ke tengah telaga. Tercipta kembali pusaran-pusaran air yang tampak membesar. Gelombang riak itu kembali menerpa sayap-sayap angsa putih di tepian telaga.

Sahabat  setiap diri kita memiliki “singa” saling bertolak belakang. Masing-masing ingin menjadi pemenang, dengan menjatuhkan salah satunya. Singa-singa itu adalah gambaran dari sifat yang kita miliki. Kebaikan dan keburukan. Dua sifat ini sama-sama memiliki peluang untuk menjadi pemenang dan kita pun dapat mengambil sikap untuk memenangkan salah satunya. Semua tergantung dengan singa mana yang sering kita beri makan.
Salah satu santapan dari singa yang buruk adalah sinetron. Sinetron memiliki naskah yang  dangkal, emosional berlebihan, pendidik yang baik dalam hal kekerasan, kelicikan, alur cerita yang dipanjang-panjangkan, yang makin hari makin tidak berkualitas. Sinetron yang baik bisa dihitung dengan jari.
Belum lagi, kita juga disuguhkan oleh tayangan gosip, yang membuka-buka aib orang lain. Juga tayangan yang mempertontonkan keburukan dan kekerasan.
Ingat, keburukan yang koar-koarkan akan menghasilkan keburukan yang serupa.
Sahabat,
“Katakanlah, “Aku berlindung kepada Rabb (Tuhan yang memelihara dan menguasai) manusia. Raja manusia. Ilaah (sembahan) manusia, dari kejahatan (bisikan) setan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari (golongan) jin dan manusia.”
Al Qur’an Surat An-Nas.
Setiap dari kita merindukan tayangan yang berkualitas, yang menengok pribadi-pribadi yang tangguh dalam berjuang tuk mencapai prestasi. Tayangan yang santun, tayangan yang mengajak untuk  lebih dekat dengan Tuhannya.
Apa yang kita baca dan apa yang kita lihat, adalah makanan bagi pikiran kita. Apa yang terpikirkan, itulah yang akan tersikap.


*** KISAH WORTEL,TELUR & KOPI

 Seorang anak mengeluh pada ayahnya mengenai kehidupannya dan menanyakan mengapa hidup ini terasa begitu berat baginya. Ia tidak tahu bagaimana menghadapinya dan hampir menyerah. Ia sudah lelah untuk berjuang. Sepertinya setiap kali satu masalah selesai, timbul masalah baru.
Ayahnya, seorang koki, membawanya ke dapur. Ia mengisi 3 panci dengan air dan menaruhnya di atas api.
Setelah air di panci-panci tersebut mendidih. Ia menaruh wortel di dalam panci pertama, telur di panci kedua dan ia menaruh kopi bubuk di panci terakhir. Ia membiarkannya mendidih tanpa berkata-kata. Si anak membungkam dan menunggu dengan tidak sabar, memikirkan apa yang sedang dikerjakan sang ayah. Setelah 20 menit, sang ayah mematikan api.
Ia menyisihkan wortel dan menaruhnya di mangkuk, mengangkat telur dan meletakkannya di mangkuk yang lain, dan menuangkan kopi di mangkuk lainnya.
Lalu ia bertanya kepada anaknya, “Apa yang kau lihat, nak?”"Wortel, telur, dan kopi” jawab si anak. Ayahnya mengajaknya mendekat dan memintanya merasakan wortel itu. Ia melakukannya dan merasakan bahwa wortel itu terasa lunak. Ayahnya lalu memintanya mengambil telur dan memecahkannya. Setelah membuang kulitnya, ia mendapati sebuah telur rebus yang mengeras.
Terakhir, ayahnya memintanya untuk mencicipi kopi. Ia tersenyum ketika mencicipi kopi dengan aromanya yang khas. Setelah itu, si anak bertanya, “Apa arti semua ini, Ayah?”
Ayahnya menerangkan bahwa ketiganya telah menghadapi ‘kesulitan’ yang sama, melalui proses perebusan, tetapi masing-masing menunjukkan reaksi yang berbeda.
Wortel sebelum direbus kuat, keras dan sukar dipatahkan. Tetapi setelah direbus, wortel menjadi lembut dan lunak. Telur sebelumnya mudah pecah. Cangkang tipisnya melindungi isinya yang berupa cairan. Tetapi setelah direbus, isinya menjadi keras. Bubuk kopi mengalami perubahan yang unik. Setelah berada di dalam rebusan air, bubuk kopi merubah air tersebut.
“Kamu termasuk yang mana?,” tanya ayahnya. “Ketika kesulitan mendatangimu, bagaimana kau menghadapinya? Apakah kamu wortel, telur atau kopi?” Bagaimana dengan kamu? Apakah kamu adalah wortel yang kelihatannya keras, tapi dengan adanya penderitaan dan kesulitan, kamu menyerah, menjadi lunak dan kehilangan kekuatanmu.”
“Apakah kamu adalah telur, yang awalnya memiliki hati lembut? Dengan jiwa yang dinamis, namun setelah adanya kematian, patah hati, perceraian atau pemecatan maka hatimu menjadi keras dan kaku. Dari luar kelihatan sama, tetapi apakah kamu menjadi pahit dan keras dengan jiwa dan hati yang kaku?.”
“Ataukah kamu adalah bubuk kopi? Bubuk kopi merubah air panas, sesuatu yang menimbulkan kesakitan, untuk mencapai rasanya yang maksimal pada suhu 100 derajat Celcius. Ketika air mencapai suhu terpanas, kopi terasa semakin nikmat.”
“Jika kamu seperti bubuk kopi, ketika keadaan menjadi semakin buruk, kamu akan menjadi semakin baik dan membuat keadaan di sekitarmu juga membaik.”

                                                                                                                                                                 



                                                                                                                                                                      

0 komentar:

Posting Komentar